WISATA ABAD PERTENGAHAN DI AUSTRIA: DARI MOZART SAMPAI ELANG HOHENWERFEN YANG PERKASA 2025-06-29 23:50

Suasana di halaman Benteng Hohenwerfen

 

Tak lama setelah Pulau Jawa heboh dengan Perjanjian Giyanti, di mana Kesultanan Mataram dibagi dua menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, ada seorang bayi lahir di Salzburg bernama Wolfgang Amadeus Mozart. Anak ini kemudian terkenal sebagai musikus jenius yang sampai kini karyanya masih abadi --sekaligus menetapkan status Salzburg sebagai kota musik kelas dunia. Rumah tempat kelahirannya hampir 300 tahun lalu masih ada, terjaga baik, dan kini dijadikan museum bernama Mozarts Geburtshaus. Selamat datang di Salzburg!

 

Museum Mozarts Geburtshaus

 

Kesan utama ketika masuk ke museum: dindingnya tebal sekali! Ruangannya sempit-sempit berlantai kayu, dengan sebuah halaman kecil di tengah dan gang penghubung yang mengingatkan pada rumah kos-kosan di Jakarta. Ya, Mozart memang lahir dari keluarga biasa, dan beginilah rumah Abad Pertengahan! Dalam ruangan, museum memajang cerita mengenai keluarga Mozart termasuk adiknya Nannerl, serta anak cucunya di kemudian hari. Surat-surat Mozart masih tersimpan rapi, termasuk komentar positifnya mengenai Kota Wina, tempat beliau bekerja dan berkarya. Berbagai gambaran wajah Mozart juga ditampilkan di sini: dari lukisan sampai ukiran dari gading, yang menandakan status selebriti beliau pada zaman itu. Ruangan terakhir, menampilkan lukisan imajiner wafatnya Mozart, dengan karya terakhir "Requiem" yang belum selesai. Dari lantai kayu di ruang rumah Mozart di Salzburg, kami pun berlanjut melihat warisan beliau yang begitu abadi. Menarik!

 

Dapur kuno di Museum Mozarts Geburtshaus 

 

Patung Mozart di dalam museum

 

Mozart waktu remaja diabadikan dalam lukisan

 

Piano yang digunakan Mozart

 

Museum Mozarts Geburtshaus terletak di jalan bernama Getreidegasse. Jalanan ini adalah "Jalan Braga"-nya Salzburg, tempat toko-toko mewah berjajar sepanjang jalan. Asyiknya, jalanan ini hanya untuk pejalan kaki dan adem karena dipayungi bangunan tinggi pada dua sisinya. Dan yang sangat khas Salzburg adalah plang tokonya: terbuat dari besi tempa yang diukir cantik, sebuah tradisi yang dipertahankan. Ada satu toko yang bernama R.F. Azwanger, buka sejak tahun 1656!

 

Getreidegasse, "Jalan Braga"-nya Salzburg

 

Jajaran display antik di Getreidegasse

 

Toko R.F. Azwanger, buka sejak tahun 1656!

 

Dan satu toko yang tidak boleh dilewatkan adalah sebuah toko coklat bernama Furst. Berjualan sejak 1884, Furst adalah yang pertama membuat coklat yang terkenal dengan nama "Mozartkugel" atau Mozart Balls. Resepnya memang ciamik: lapisan tipis kulit coklat renyah, dengan isian marzipan dan pistacchio. Wangi dan sedap, tanpa harus terlalu manis! Kemudian rupanya ada satu lagi putra daerah Salzburg yang dihormati di sini: Charles Doppler, penemu Efek Doppler. Kali ini, tanpa isian kacang dengan coklat lembut di dalamnya.

 

Toko coklat Furst, produsen Mozartkugel asli

 

Mozartkugel asli

 

Dekat dari Kota Salzburg ada benteng bernama Hohenwerfen yang bisa dikunjungi. Benteng ini terletak di puncak bukit batu dan dikelilingi Pegunungan Dachstein yang sangat indah, dengan posisi di sisi Sungai Salzach. Dari tempat parkir pengunjung bisa naik menggunakan cable car untuk sampai di benteng. Warna merah-putih-merah menghiasi daun jendela, bendera kebangsaan Kekaisaran Austro-Hungaria. Begitu masuk ke dalam benteng kami langsung bisa menikmati suasana Abad Pertengahan. Dalam ruangan pos penjaga yang dijadikan museum, ditunjukkan suasana pada zaman itu: kasur isi jerami, sebuah perapian penghangat ruangan, serta piring keramik untuk makan. Dari jendela benteng terlihat pemandangan indah di bawah sana, sekaligus strategis: di mana sebuah meriam nampak mengarah persis ke Sungai Salzach, siap menembak musuh yang datang. Menarik!

 

Benteng Hohenwerfen

 

Sisi luar benteng

 

Pemandangan ke Sungai Salzach

 

Benteng Hohenwerfen memiliki tiga ruangan museum yang bisa dikunjungi. Yang pertama adalah ruangan yang dulu sebagai gudang yang mirip ruang bawah tanah. Dinding batu membuat ruangan terasa dingin alami, dan dimanfaatkan untuk display mengenai sejarah benteng sejak dibangun tahun 1078, hampir 1.000 tahun yang lalu. Kemudian ada ruang khusus yang memperingati penggunaan benteng ini untuk syuting film Where Eagles Dare tahun 1968 yang dibintangi Clint Eastwood dan Richard Burton. Kemudian ruang pamer ketiga sedang diisi pameran mengenai Witchcraft atau Nenek Sihir, cermin kekelaman masa lalu Eropa di Abad Pertengahan. Sebenarnya ada lagi tur untuk melihat bagian dalam benteng, namun sudah penuh sehingga kami tidak bisa masuk.

 

Pameran di Benteng Hohenwerfen

 

Pameran Nenek Sihir

 

Pukul 11.15 ada satu pertunjukan menarik yang sudah ditunggu. Di halaman benteng terdapat hamparan rumput dan jajaran kursi kayu. Di depan terlihat pemandangan luar biasa indah dari punggung Pegunungan Dachstein yang nampak seperti dinding raksasa. Angin kencang menerpa, karena aliran udara dari Sungai Salzach dipaksa naik oleh puncak-puncak gunung. Di sini kami menanti pertunjukan mengenai sebuah hobby para bangsawan Abad Pertengahan: berburu dengan burung elang! Sambil duduk di rumput kami melihat bagaimana petugas melatih burung falcon dan elang melintas di atas kami, kadang menjauh dan tiba-tiba menukik tajam, menunjukkan kepiawaiannya mengatur ketinggian. Angin kencang dan tebing-tebing seolah-olah bagaikan tempat bermain bagi burung-burung cerdas ini: bagaimana mereka bisa terbang dan kemudian diam di angkasa, memanfaatkan angin untuk meluncur santai. Luar biasa! Berbeda dengan Taman Safari, warga Austria memang jauh lebih serius. Sepanjang pertunjukan berlangsung, MC sama sekali tidak melucu, melainkan menjelaskan sejarah dan anatomi biologis spesies elang yang sedang terbang. Serius banget! Tak terasa, waktu pertunjukan telah selesai. Semua burung yang terlibat pertunjukan kemudian dilepas dan semuanya terbang tinggi lalu meluncur santai, seolah memandang kami yang sedang berjalanan menuruni bukit menuju tempat parkir. Auf wiedersehen --sampai jumpa lagi, elang Hohenwerfen yang perkasa!

 

Pertunjukan elang di halaman Benteng Hohenwerfen

 

Burung falcon

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Kang Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, Nasgor, Makanan Sejuta Mamat dan bersama Bondan Winarno (alm) dan Lidia Tanod menulis buku serial 100 Mak Nyus. Kang Harnaz juga aktif di Gerakan Fermenusa, yang bertujuan memajukan produk fermentasi Nusantara. Mengelola channel Youtube "Indonerdsia" dan "Fermentasi Nusantara".

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment