HALLSTATT DAN HAUS ORTNER: MULIH KA DESA ALPEN ALA AUSTRIA 2025-06-30 20:35

Pemandangan Danau Lahn di Hallstatt

 

Mengapa Hallstatt begitu terkenal? Ini yang jadi misteri. Konon, Hallstatt sempat menjadi tempat syuting film Korea, film James Bond Spectre, serta menjadi inspirasi istana es Arondelle di film animasi Frozen. Tak heran, begitu kami mendekat, antrean bus turis nampak padat menuju Hallstatt --desa berpenduduk hanya 800 orang ini dikunjungi ratusan ribu wisatawan setiap tahunnya. Tapi, Austria memang hebat! Tidak ada kemacetan sama sekali. Lokasi parkir disediakan cukup luas, cukup banyak, dan tertulis jelas lokasinya. Kami pun segera parkir, lalu turun di tengah hujan gerimis dan berjalan kaki menuju Hallstatt, beserta turis lainnya dari berbagai negara.

 

Hallstatt mirip Desa Adat Penglipuran versi Austria. Desa ini terletak di tepi danau pada sebuah ceruk di tengah gunung, sehingga pemandangannya memang dramatis. Dinding bebatuan nampak memagari danau, sehingga pemandangan indah terlihat ke segala arah. Lokasi ceruk membuat suara teredam sehingga ada kesunyian unik yang selalu menemani. Setelah berjalan beberapa saat, itu dia! Hallstatt terlihat cantik, dengan susunan rumah dan sebuah menara gereja yang tinggi mendominasi pemandangan. Angsa-angsa berenang berjajar, menambah aura indah dari pemandangan ini. Setelah antre berfoto, kami berjalan lagi untuk masuk ke pusat Desa Hallstatt.

 

Hallstatt dengan susunan rumah dan sebuah menara gereja yang tinggi mendominasi pemandangan

 

Angsa-angsa di danau

 

Rupanya, yang tadi kelihatan indah ternyata belum seberapa. Begitu masuk ke desa, baru kami paham keunikan Hallstatt: desa ini terletak di tebing curam sehingga rumah-rumahnya dibangun menempel pada tebing tersebut --mirip Nepal van Java di Magelang. Gang-gang kecil yang menanjak naik turun menjadi penghubung antarrumah, dan nampak beberapa air terjun kecil menyembul di antara rumah. Karena kontur tanah ini, bentuk rumah menjadi unik: menempel di dinding batu. Beberapa rumah bahkan sudah ratusan tahun usianya. Kami juga melewati sebuah lokasi penggalian arkeologis, karena di sini juga sempat ditemukan jejak manusia zaman purba. Kami berjalan di sela-sela rumah, sambil menikmati pemandangan tebing dan awan-awan yang bertengger di lereng tebing di atas sana. Tak terasa, kami sampai ke pusat desa: sebuah pelataran yang cukup luas di depan gereja, yang kecil namun tertata rapi. Selamat datang di Hallstatt!

 

Rumah tebing ala Hallstatt

 

Pusat Desa Hallstatt

 

Ketika masuk ke gereja, saya agak kaget: ini gereja Kristen Protestan! Padahal, mayoritas Austria beragama Kristen Katolik. Rupanya, gereja Halstatt ada dua: yang terlihat dari danau adalah Kristen Protestan, yang terletak di tebing Kristen Katolik. Gereja ini menyimpan sejarah 150 tahun lalu di mana warga memulai pembangunan dengan dukungan Kaisar Franz Josef dari Kekaisaran Austro-Hungaria. Hallstatt dulu merupakan titik penting untuk distribusi garam: wilayah Salzkammergut yang termasuk Dachstein dan Hallstatt adalah tambang garam besar di Eropa. Itulah sebabnya banyak kata "Salz" --Salzburg, Salzach-- yang artinya garam. Rupanya pekerja tambang garam dari Jerman yang beragama Kristen Protestan menjadi asal muasal gereja ini. Dan Hallstatt juga menyimpan sebuah kisah mengenai "Kerntragweiber" --wanita pemikul batu garam yang membawa garam dari tambang di puncak gunung sampai ke Hallstatt, dengan semua cerita tragis mengenai seorang ibu yang berjuang untuk pendapatan keluarganya dengan mengabaikan keselamatannya sendiri. Untung, bangsa ini sudah bisa membebaskan diri dari kemiskinan dan kisah ini kini tinggal sejarah!

 

"Kerntragweiber" --kisah wanita pemikul batu garam

 

Interior gereja di Hallstatt

 

Setelah dari sini, kami naik melalui tangga dan gang antarrumah menuju ke gereja Katolik. Kami disambut oleh sebuah pemakaman yang nampak cantik, dengan nisan dari kayu dan batu, dengan pemandangan indah ke arah danau. Nah, di sisi kanan, ada tulisan "chalter house". Lalu kami masuk ke situ setelah membayar EUR2 per orang. Rupanya, "chalter house" adalah sebuah budaya kuno di mana orang yang sudah meninggal mula-mula dikubur lalu setelah beberapa bulan tulang-belulangnya diambil kembali, kemudian dibersihkan, lalu tengkoraknya diberi identitas dan ditaruh di ruangan "chalter house" ini --sebuah solusi menghemat lahan pemakaman di Hallstatt. Tengkorak terakhir disimpan tahun 1983, dengan sebuah gigi emas yang menjadi ciri khasnya. Saya pikir tadinya ruangan ini menyeramkan karena penuh belulang dan tengkorak, tetapi ternyata tidak! Suasana cenderung tenang dan nyaman, maklum isinya adalah warga Hallstatt yang hidupnya tenang dan wafat juga dengan bahagia! Bagian dalam gereja Katolik berbeda dengan gereja Protestan, dengan sebuah altar kayu dari zaman Baroque dan satu set patung yang sudah berusia 500 tahun. Di teras gereja terdapat satu balkon yang menjadi favorit selfie dengan latar belakang Desa Hallstatt, menara gereja, dan hamparan danau yang indah. Lalu kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki di gang-gang yang sepi, menikmati dinginnya cuaca siang itu dan setiap sudut Desa Hallstatt yang warna-warni dan indah! Mulih ka desa, ala Austria!

 

Pemakaman di gereja Katolik di Hallstatt

 

"Chalter house"

 

Patung berusia 500 tahun di gereja Katolik di Hallstatt

 

Kalau mau ke Salzburg dan Hallstatt, menginap di mana? Kami punya solusinya! Haus Ortner adalah penginapan khas Alpen yang terletak di Desa Wagrain. Di musim dingin wilayah ini merupakan salah satu pusat industri ski terbesar di Austria, sehingga di mana-mana nampak cable car dan jalur ski. Tak heran kalau Wagrain dipenuhi oleh hotel dan "appartments" --apartemen kabin yang disewakan. Keluarga Ortner memulai usaha mereka menyewakan apartemen sejak 40-an tahun lalu. Georg Ortner, pemiliknya, adalah pelopor yang mendirikan sarana ski pertama di Wagrain setelah Perang Dunia II. "Dulu ada warga yang mendukung ski, ada yang menolak. Untungnya kami terus berjuang sehingga fasilitas ski bisa dibuat, dan lihatlah bagaimana ekonomi kami sekarang makmur karena industri wisata ski!" katanya sambil tersenyum.

 

Haus Ortner

 

Jaegersee, danau indah di dekat Wagrain

 

Haus Ortner terletak di Wagrain, strategis dekat dengan Gragenberg dan Flying Mozart, dua stasiun cable car besar yang membawa peserta ski ke puncak gunung lalu meluncur ke bawah. Haus Ortner menyewakan beberapa macam kamar: ada yang satu apartemen dengan dua kamar, ada yang studio, dengan harga sekitar EUR70 per kamar termasuk sarapan. Desain kamarnya benar-benar khas pondok ski Alpen: interior dari kayu, ornamen keramik, dengan jendela tebal berkusen kayu. Ketika pintu balkon dibuka, nampak balkon dengan kotak bunga, sangat khas Alpen dari Swiss sampai Austria. Menarik dan bagus!

 

Interior Haus Ortner

 

Sarapannya memang luar biasa suasananya. Sarapan disediakan di ruang bawah. Begitu membuka pintu, kami langsung dibawa ke suasana tahun 1990-an: musik rakyat Alpen bernama Schlager dari speaker Philips dan pemutar kaset kuno, dinding kayu yang kedap suara dan terkesan hangat, meja rapi bertaplak ganda, dan di satu sisi makanan disajikan. Berbagai roti khas Alpen Austria --semmel (roti bulat), salzstangerl (roti lipat bertabur garam), dan roti gandum. Kemudian berjajar hidangan hasil olahan daging dan susu sesuai budaya peternakan sapi di wilayah ini: irisan sosis, irisan daging asap, ada lapisan keju Emmental dan Cheddar. Kemudian ada acar mentimun, lalu paprika, dan ada berbagai macam olesan roti berbasis mayonaise yang disebut "Aufstrich". Tentu saja ada mentega dan kopi, lengkap dengan susu sapi Alpen berkualitas ciamik. Alunan musik mengiringi sambil memotong roti dan mengoles mentega, akan membawa kita ke derap masa keemasan Austria, ketika Mozart sedang mengarang lagu dan Sigmund Freud sedang menulis buku. Luar biasa!

 

Roti sarapan di Haus Ortner khas Alpen

 

Suasana sarapan di Haus Ortner

 

Haus Ortner adalah model penginapan sederhana yang bersih, terjaga baik, dan keluarga Ortner sangat baik pada semua pelanggan. Mereka menemani kami sarapan, sambil mengobrol dengan teman kami yang memang sudah menginap di sini selama puluhan tahun. Meskipun bisnis mereka tergerus oleh hadirnya hotel-hotel mewah dengan gaya modern, tetapi tren wisata sekarang --seperti kita lihat di Bali-- lebih berpihak pada villa-villa cantik dan pengalaman budaya tinggal dengan penduduk setempat, daripada mendapat satu kotak kamar dengan pelayanan 24 jam yang biasanya juga jarang terpakai. Justru di Haus Ortner ini kami bisa merasakan budaya Alpen yang sesungguhnya: alam cadas pegunungan dan musim dingin yang panjang melelahkan, mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang rajin, bersih, disiplin, menghargai orang lain, dan menghargai alamnya. Salam Alpen, dari Haus Ortner. Pfüarti! (Artinya: bye bye!)

 

Pose di depan Haus Ortner

 

Haus Ortner bisa dipesan melalui Novasol Reise GmbH

https://share.google/FUZyfrQdZcssqaVqL

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Kang Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia KulinerNasgor, Makanan Sejuta Mamat dan bersama Bondan Winarno (alm) dan Lidia Tanod menulis buku serial 100 Mak Nyus. Kang Harnaz juga aktif di Gerakan Fermenusa, yang bertujuan memajukan produk fermentasi Nusantara. Mengelola channel Youtube "Indonerdsia" dan "Fermentasi Nusantara".

 

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment