CIU LATER PURWOKERTO! (1): WISATA FERMENTASI KE PURWOKERTO DAN DESA WLAHAR 2025-06-09 21:55

Sate Kambing H. Apud

 

Fermentasi adalah proses pengolahan makanan dengan menggunakan mikroba. Meskipun kedengarannya canggih, ternyata nenek moyang kita lebih canggih lagi! Di Indonesia banyak sekali makanan tradisional justru dibuat dengan metode fermentasi, seperti tempe, oncom, dan tape. Mengapa tidak membuat wisata khusus untuk melihat proses produksi dan mencicipi produk fermentasi tradisional? Ya, ide inilah yang direspons oleh Gerakan Fermentasi Nusantara dengan mengadakan Tur Fermentasi ke wilayah Banyumas, Jawa Tengah.

 

Rombongan berangkat jam 7 pagi dari Jakarta, dan sekitar 3 jam kemudian tiba di pit stop pertama: Empal Gentong dan Sate Kambing H. Apud Cirebon. Rumah makan ini cukup praktis untuk pit stop karena posisinya dekat dengan pintu tol Cirebon. Andalannya tentu saja: empal gentong, soto khas Cirebon yang dulu dimasak di dalam gentong. Tetapi, kali ini saya mau coba yang agak nyeleneh: kombinasi nasi lengko dan sate kambing! Nasi lengko adalah kuliner Cirebon versi "vegetarian" –nasi dengan bumbu kacang, tempe, irisan mentimun, dan remukan kerupuk. Teksturnya jadi menarik, antara renyah kerupuk dan aroma tempe dan bumbu kacang. Lawan mainnya yang tak kalah menarik: sate kambing Apud yang khas dengan bakaran dark roast, lemak yang meleleh di mulut, dan selipan hati matang sempurna. Wow, mak nyus!

 

Nasi Lengko H. Apud

 

Setelah Cirebon, rombongan bergerak untuk kemudian keluar tol di Brebes dan mulai menyusuri jalan berkelok-kelok menuju Purwokerto. Inilah "tantangan utama" jika berkendara ke Purwokerto: belum tersambung tol! Tetapi, di sini juga hadiah utamanya. Begitu keluar tol, jalanan terletak di sisi sungai dengan hamparan sawah yang luas di belakangnya dan gunung-gemunung nun jauh di sana, mengingatkan pada lukisan-lukisan zaman dulu. Indah! Jalanan kemudian terus menanjak dan berkelok menuju tujuan pertama kami: Desa Wlahar Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.

 

Rombongan berfoto di Desa Wlahar

 

Kami sengaja mengunjungi Desa Wlahar duluan karena ingin melihat proses fermentasi dan destilasi ciu yang biasanya ditutup jam 5 sore. Ciu adalah minuman yang didestilasi dari tiga jenis fermentasi tradisional yakni tape ketan, tape singkong, dan gula aren. Destilasinya menggunakan tungku dan guci sederhana, dengan pipa bambu sebagai pengarah uapnya. "Kami mengganti bahan destilasi setiap dua jam, untuk memastikan bahwa kualitasnya bagus," kata seorang bapak yang bertugas, sambil senantiasa mengamati tiga tungku yang ada di ruangan tersebut. Ketika ditanya sejak kapan proses ini dilakukan, beliau menjawab sambil tersenyum: "Ini sudah turun-temurun selama ratusan tahun, dari nenek moyang saya!" katanya. Memang, catatan Serat Centhini dari tahun 1814 sudah menunjukkan berbagai minuman sejenis di Jawa, salah satunya bernama tampo yang dibuat dari tape.

 

Proses destilasi turun-temurun

 

Diskusi hangat di ruang destilasi Desa Wlahar

 

Setelah puas berkeliling, rombongan pun melanjutkan perjalanan ke Kota Purwokerto untuk check in hotel dan beristirahat.

 

Bersambung

 

 

Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.

 

Teks & Foto: Harnaz Tagore (Harry Nazarudin)
Comment