Mobil-mobil di atas kapal ferry Ketapang-Gilimanuk
Dengan mempertimbangkan usaha kami yang potensinya ada di Bali, serta antisipasi pelarangan mudik 2021, kami memutuskan untuk melakukan perjalanan darat ke Bali. Tentu saja, semuanya dengan protokol ketat terutama menghindari kerumunan, memakai masker, dan tes berkala. Kami berangkat jauh sebelum pelarangan mudik, dan kembali sesudah berakhirnya pelarangan. Dalam perjalanan, agar efisien, kami singgah pulang dan pergi di Surabaya, cukup semalam saja, tanpa sarapan. Siapkan telur rebus atau pesan roti Bon Cafe untuk sarapan! Karena tujuan kami ke Bali, mggak perlu deh lama-lama di jalan...
Perjalanan Serpong - Surabaya ditempuh dalam waktu 12 jam pas, termasuk makan siang. Favorit kami makan siang: Selera Indonesia di Semarang (Jl. Sultan Agung No. 117). Prasmanan, hidangan cepat, tempat luas, toilet bersih! Enak pula! Di sini bisa pesan ayam bakakak, cumi hitam, mangut iwak pe, bahkan kids menu pun bisa. Telur dadarnya dicampur sedikit kecap manis Mirama, aih sedapnya! Dan, akses ke tol cepat dan bebas macet. Pas!
Mangut Iwak Pe Selera Indonesia di Semarang
Lepas Semarang, tol akan membelah gunung dengan pemandangan menakjubkan, melalui Solo, kemudian masuk ke jalur panjang Solo - Mojokerto yang lengang. Kemudian, Surabaya! Untuk menghemat waktu dan menjaga risiko kopid, kami biasanya pesan makanan via ojol. Langganan kami adalah Bakmi Gang Djangkrik (Jl. Mayjen Sungkono No. A7, menyajikan hidangan babi). Saya suka bakmi bakut goreng tepung dan nasi ayam alias nasi yang ditumis sedikit kemudian diberi kuah semacam capcai. Menghangatkan otot betis yang kaku nginjek gas! Jika ingin yang tidak menghidangkan babi, bisa coba pesan dari Depot Bu Rudy (Jl. Dharmahusada 140). Ada sambalnya yang tersohor tentu saja, lalu rawon dan nasi bakarnya pun ciamik!
Bakmi Bakut Goreng Tepung Gang Djangkrik
Perjalanan terberat adalah Surabaya ke Bali, terutama lepas tol di Probolinggo. Total waktunya 12 jam, tapi jadi 13 jam karena perbedaan zona waktu menjadi WITA. Jalan melambat, banyak truk dan sepeda motor. Yang bilang, “Ah, naik tol nggak enak, ngantuk!” --ayo sini gantiin nyetir di Situbondo, hehehe! Saya mendingan ngantuk lalu minum kopi daripada senewen melewati truk gandeng sambil dipepet motor!
Lepas dari tol, jangan shock. Ikuti saja GPS yang akan memandu Anda melewati jalan kecil di tengah sawah. Ada perbaikan jembatan di jalan besarnya sehingga cari jalan sendiri malah muter-muter! Dan jika Anda lelah, tunggu sebentar. Setelah lewat Paiton, kira-kira 2 jam dari Tol Probolinggo (arah Bali), ada satu rest area bagus di wilayah yang namanya Tepos. Perhatikan saja kiri jalan arah ke Bali! Semua mobil mewah plat L yang lebih berpengalaman di jalur ini, berhenti di sini, dari Lexus sampai Alphard. Toilet bersih dan banyak, ada pom bensin, ruangan luas outdoor meja terbuka, bisa gelar makan siang dengan aman (Kue Lumpur Galaxy kalau ke arah Bali, sebaliknya Men Tempeh bungkus dari Gilimanuk kalau ke arah Surabaya).
Lokasi Men Tempeh di Gilimanuk
Dari sini, perjalanan panjang berliku ke arah Bali. Ada wilayah yang banyak jual Tape Bondowoso (kami beli random tapi kurang bagus), kemudian daerah di mana banyak penjual ikan asap (pengen beli tapi nggak berani karena rame), teruuus sampai beberapa tempat wisata pantai yang terlihat kurang terawat. Ada satu wilayah dengan plang tulisannya “PELACURAN” dan “HIV/AIDS” wkwkwk.
Tak lama sesudah plang “HIV/AIDS”, tiba-tiba rumah-rumah menghilang. Pohon merindang. Jalanan mulus dua lajur, dinaungi hijau kanan dan kiri. Awas! Pelan-pelan. Banyak monyet di pinggir jalan! Welcome to Taman Nasional Baluran dan tempat latihan tentara. Di sini anak-anak bisa menikmati melihat kerbau, sapi, dan monyet yang cukup banyak di setiap tikungan, kadang-kadang ada yang nekat nyebrang!
Setelah agak lama melalui hutan, jalanan akan melipir mendekat ke laut. Sebuah patung gadis penari nampak menjulang dengan latar belakang laut lepas. Welcome to Banyuwangi! Jika ingin menginap yang dekat terminal ferry, ada Illira Hotel atau Luminor Hotel. Kali ini, kami memilih bablas!
Klik www.ferizy.com, biaya Rp182.500 untuk mobil pribadi dengan 2 dewasa dan 2 anak-anak. Lalu, joss naik ferry! Perjalanan ferry ke Bali tidak seperti ke Lampung yang ukuran ferry-nya raksasa. Di sini satu ferry memuat rata-rata sekitar 25-30 mobil dengan atap terbuka. Kalau Anda nyetir, selama di ferry jangan duduk di mobil, tapi berdirilah di luar sambil stretching, supaya nggak cari Ambeven ketika sampai di Bali!
Pemandangan dari atas kapal ferry Ketapang - Gilimanuk
Ketika sampai di Gilimanuk, siapkan tes antigen. Di sinilah satu-satunya titik cek dalam perjalanan kami! Satu orang bawa mobil, satu lagi turun untuk verifikasi hasil. Kami sempat diminta menunjukkan email, tidak hanya print out, jadi siap-siap saja! Setelah cek KTP, SIM, dan STNK, jalan muter sedikit. Keluar terminal, belok kiri, lalu kiri lagi, nanti di sebelah kiri ada titik stop penting: Ayam Betutu Men Tempeh 1978 yang di atas. Ini yang asli, jangan salah! Tersedia toilet bersih dan ayam betutu pedas mandraguna!
Ayam Betutu Men Tempeh 1978
Dari sini, kembali perjalanan disambut oleh jalan mulus menembus pepohonan dengan rombongan monyet di tikungan --Taman Nasional Bali Barat! Masjid berganti pura, mengingatkan saya pada lintas darat perbatasan Aceh - Sumut di Kuala Simpang. Pemandangan cukup cantik, jalanan sedikit lebih kecil namun lebih sepi dibanding Jawa. Anda akan melalui Negara --kota seribu pura! Lalu, ada lokasi villa bernama Balian, dengan pantai yang lumayan cantik. Dari sini, kita akan meninggalkan pesisir dan masuk ke pedalaman di Selemadeg, kemudian lanjut ke Tabanan. Di kota ini banyak warung babi guling yang nampaknya langganan supir truk (salah satunya Men Sedu si kulit crispy), bikin penasaran. Jalur lebar, ramai truk dan mobil pribadi.
Baca juga: “Sepotong Surga di Alam Caldera, Bali”
Kalau tujuan Anda ke Bali Selatan (Kuta/Seminyak), GPS boleh diarahkan ke Kapal atau Kerobokan. Di wilayah Kapal, Anda akan membelok ke selatan, menghindari Denpasar yang macet dan banyak lampu stopan, masuk ke Kuta Utara melalui Jalan Raya Kerobokan. Karena tujuan kami ke Ungasan, kami melalui Bypass Ngurah Rai, masuk underpass dua kali, membelok tajam ke kanan di Perempatan Lima yang ada McDonalds, lewat Warung Pak Mami Jimbaran, lalu melalui bundaran membelok tajam ke kiri. Di sini untuk terakhir kalinya rombongan monyet dadah-dadah pada kami, dan setelah itu logo Four Points by Sheraton Ungasan menyambut kami, bersama plang Pepito, Indomaret, Alfamart, dan Clandy’s.
“Halo Kaykay, welcome back to Bali!” kata Mbak Budi dari hotel. Kami tersenyum lega. Esok pagi, telur mata sapi dan bacon akan menyambut kami, bersama air putih buat minum Imboost dan Ambeven. Terima kasih untuk pembangunan jalan tol ya, Pak Presiden! Yuk terusin Probolinggo-Banyuwangi supaya nggak perlu minum Ambeven lagi!
Tentang penulis: Harry Nazarudin atau biasa disapa Harnaz adalah salah satu pendiri Komunitas Jalansutra, penulis kuliner yang telah menulis buku Kimia Kuliner, dan bersama Bondan Winarno (kini telah almarhum) dan Lidia Tanod menulis buku 100 Mak Nyus. Harnaz juga memiliki channel Youtube “Kimiasutra” –Menjelaskan Kimia dalam Bahasa Manusia. Buku terbarunya yang diluncurkan tanggal 25 Maret 2021 adalah Nasgor, Makanan Sejuta Mamat.