Iya betul, selingkuh yang satu ini bukannya dihujat, tapi malah dipuji dan dicari. Pasalnya hasil selingkuhannya enaaaak.... Lho? Haha, kita lagi ngomongin udang selingkuh nih, bukan selingkuh yang bikin pasangan sakit hati. Udang selingkuh ini adalah makanan khas yang wajib cicip kalau kita datang ke Wamena, Papua.
KENAPA DISEBUT UDANG SELINGKUH?
Karena bentuk udang ini unik! Kepalanya udang, badannya lobster, tapi punya capit besar seperti kepiting. Mmm, sebenernya binatang dengan nama latin Cherax albertisii ini termasuk lobster sih, lobster air tawar (crayfish) yang hidup di Sungai Baliem dan di beberapa danau air tawar di Wamena. Tapi entah mengapa, orang-orang menyebutnya udang selingkuh, udang yang berselingkuh dengan kepiting! Haha, ada-ada aja.
BAGAIMANA ASAL MUASALNYA?
Banyak yang menyebutkan bibit udang selingkuh ini berasal dari Australia, padahal bukan. Menurut Edison Meliala, seorang pemandu senior di Wamena, yang menabur bibit udang selingkuh pertama kali tahun 1961 di Sungai Baliem, tepatnya di bagian hulu sungai di Kweyage adalah seorang pendeta dari Belanda yang bernama Edward Maxey dari The Christian And Missionary Alliance. Sejak saat itu udang ini pun berkembang biak di Sungai Baliem.
Udang selingkuh juga ada di Danau Habema tapi warnanya berbeda dengan udang selingkuh yang ada di Sungai Baliem. Di Danau Habema warnanya hitam.
DI MANA KITA BISA MAKAN UDANG SELINGKUH DAN BERAPA HARGANYA?
Ada beberapa restoran di Wamena yang menyajikan menu udang selingkuh, di antaranya restoran di Hotel Baliem Pilamo dan Restoran Blambangan. Keduanya terletak di Jl. Trikora, Wamena. Harga per porsinya sekitar Rp 250.000 dengan isi 6-7 udang saja.
Jangan kaget, harga udang selingkuh memang mahal. Dijualnya tidak dihitung per kilo, tapi per kantong. Harga per kantong rata-rata antara Rp 500.000- 600.000. Tapi itu pun tergantung musim. Kalau musim hujan dan Sungai Baliem banjir, maka susah untuk mendapatkan udangnya. Harga pun melambung. Kalau musim kemarau udang mudah didapat, harganya turun. Hanya saja jeleknya, udang yang kecil-kecil pun diangkat semua oleh para pencari udang demi mendapatkan uang. “Padahal seharusnya yang kecil-kecil dibiarkan dulu sampai besar. Tapi sayangnya, tidak ada seorang pun yang tinggal di lembah ini peduli tentang hal tersebut. Dan sampai sekarang belum ada usaha untuk membudidayakan udang ini,” keluh Edison.
Waktu awal September lalu bertandang ke Wamena, MyTrip makan udang selingkuh yang digoreng mentega dan saus tiram di Rumah Makan Sinabung Jaya di Jl. Hom-Hom Gang III No.5 Wamena. Sangat puas dan kenyang karena kami tidak membayar per porsi, melainkan sudah termasuk dalam paket tur yang diatur oleh Edison Meliala, pemilik Putra Papua Tour & Travel.
Bagaimana rasanya? Wowww, yumyum!! Berhubung udangnya juga masih segar –baru dibeli di pasar pagi harinya, hasil tangkapan penduduk lokal para pencari udang tradisional-- dagingnya terasa manis dan teksturnya lembut. Apalagi cara masaknya juga enak dan pas. Daaan... saat itu kami dihidangkan 4 piring saji (lebih besar dari piring makan) yang penuh dengan udang besar-besar, sedangkan kami hanya bertujuh! Gimana nggak puas?
O ya, kabar baiknya, udang selingkuh kaya protein dan rendah kalori. Tapi tetap hati-hati, jangan makan terlalu banyak. Ingat kolestrol dan asam urat ya! Selamat berselingkuh.... eh, makan udang selingkuh! Haha.
Lain daripada yang lain nih hehehe.... Blom pernah coba selingkuh tapi kalau sama Udang selingkuh patut dicoba, biar ngga penasaran sama rasanya diselingkuhin sama Udang yang satu ini
2016-10-03Hmm, biasanya crayfish itu kecil loh. Yang ini besar sekali. Kelihatannya enak.
2016-10-03Peluang usaha membudidayakan udang selingkuh, keren.
2016-10-03Padahal jepitannya tuh yang enak...pasti banyak dagingnya....jadi pengen. Cuman. Kok jauh bingits
2016-10-03Padahal jepitannya tuh yang enak...pasti banyak dagingnya....jadi pengen. Cuman. Kok jauh bingits
2016-10-03Mau selingkuh ah....sama si udang
2016-10-03Mau selingkuh ah....sama si udang
2016-10-03